Senin, 14 Januari 2013

Kerendahan Hati

Kalau engkau tak mampu menjadi beringin yang tegak dipuncak bukit, jadilah belukar. 
Tapi belukar yang baik yang tumbuh ditepi danau.
Kalau engkau tak sanggup menjadi belukar, jadilah saja rumput. 
Tapi rumput yang memperkuat tanggul pinggiran jalan.
Kalau engkau tak sanggup menjadi jalan raya, jadilah saja jalan kecil, yang membawa orang-orang ke mata air.
Tidak semua orang menjadi kapten. Tentu harus ada awak kapalnya.
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi rendahnya nilai dirimu.
Jadilah saja dirimu... sebaik baiknya dari dirimu sendiri.

Ini adalah salah satu puisi favorit saya, dulu sih interpretasinya tentang cita-cita. Maksudnya bila cita-cita tinggi tapi jatohnya ”segini” maka tak usah mutung, cukup menjadi yang terbaik di tempat itu, analoginya seperti singkong, tumbuh, berkembang dan menghasilkan dimanapun anda ditanam. 

Bahwa segala yang dilahirkan akan tumbuh menjadi besar, dengan melihat siklus biji mahoni yang kelak menjadi pohon besar sepertinya penulis puisi diatas juga hendak mengingatkan bahwa semakin tinggi seseorang seharusnya tidak makin membahayakan buat kehidupan yang lainnya, tapi memberikan ruang untuk hidup bersama dan ruang untuk berkembang.

Pohon besar, belukar kayu, rumput, jalan besar, jalan kecil, apapun. Satu tidak lebih rendah nilainya dengan yang lain, pohon besar menaungi, belukar melindungi dan rumput menunjukan arah, adalah suatu kesombongan bila mengatakan rumput dan belukar hanyalah organisme yang tanpa guna. Seperti juga tingkat-tingkat dalam masyarakat, kita sering mendengar ada ungkapan sampah masyarakat, benalu, penyakit sosial, dsb. Tapi tanpa pengetahuan yang cukup tentang mereka kita tidak pernah tahu benar dan salah.

Bila biji pohon mahoni masih sebesar rumput maka usaha maksimalnya adalah bertumbuh, sebab menjadi besar dan kecil kadang hanya masalah waktu yang dipergilirkan.

Persoalan lainnya adalah nilai diri. Pohon adalah pohon, seperti halnya belukar kayu dan rumput, mereka unik dan diciptakan ada karena dari segi kegunaanya juga bermacam-macam. Sungguh tak apa-apa menjadi rumput dan tak ada yang salah dengan rumput. Mungkin rasanya sekedar mengisi satu siklus kehidupan, tapi tak ada yang harus membuatnya berkecil hati apalagi rendah diri dihadapan sang pohon. Meskipun rumput, tetapi jadi rumput terbaik yang pernah ada, rumput emas yang memperkuat tanggul dipinggiran jalan yang dilalui manusia.
 
Saat badai hanya pohon yang paling kuatlah yang bisa bertahan hidup, selebihnya terombang-ambing dalam gelombang lalu mati dan membusuk. Sedang rumput diterpa banjir bandang tsunami pun tetap hidup karena daya tahannya terhadap krisis. Maka sudahlah, jadilah terbaik dari peran apapun yang diberikan pada kita. Sekali lagi, tak apa apa menjadi bukan siapa-siapa. Sungguh tak mengapa menjadi rumput.

Well, baik sebagai pohon besar, belukar kayu, rumput, jalan besar, jalan kecil, bila yang kita lihat semua penuh guna dan makna maka senantiasa hidup adalah anugerah ! :)

0 comments: