Sebuah Kebencian Jiwa
Tema hari ini kebencian, hari-hari yang gelap sepanjang saat kejadian itu tidak ada yang mengingatnya, hanya aku sendiri yang tahu sampai saat ini masih melekat di jiwa. Hidup ini indah memang bagiku keindahan itu disertai masa lalu. Aku tidak berharap banyak pada masa lalu atau tentang masa depan, karena setiap harapan akan berbeda pada setiap kenyataan Meski begitu aku selalu stay Action untuk menorehkan kebabagian. Bagiku hidup ini bukan masalah masa lalu tapi kehidupan yang sekarang yang kita jalani harus penuh mawas diri demi menjaga kehormatan dan selalu punya rasa tanggungjawab dalam setiap tindakan .
Menurut Wikipedia Kebencian merupakan emosi yang sangat kuat dan melambangkan ketidaksukaan, permusuhan, atau antipati untuk seseorang, sebuah hal, barang, atau fenomena. Hal ini juga merupakan sebuah keinginan untuk menghindari, menghancurkan atau menghilangkannya.
kadangkala kebencian dideskripsikan sebagai lawan daripada cinta atau persahabatan, tetapu banyak orang yang menganggap bahwa lawan daripada cinta adalah ketidakpedualian
Tapi di sini aku ingin menjelentrekan Arti kebencian dalam diri manusia itu sendiri. Pernah terbesit dalam fikirku Selamanya manusia tidak akan pernah saling memahami sebelum mereka memiliki penderitaan yang sama. Kebencian itu ada karena pada diri seseorang tidak mengerti akan kesalahan dan enggan berkata maaf. itulah sisi hitam manusia.
Perasaan benci pada dasarnya merupakan sifat alamiah yang ada pada manusia yang dibawa sejak ia lahir ke dunia, tetapi sebenarnya apa yang kita benci belum tentu ngga’ baik buat kita atau sebaliknya sebenarnya yang kita suka belum tentu baik bagi kita.
Mau tahu kenapa seperti itu, yuk di cek dalam Al-Qur’an berikut ini :
“Kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. (QS An-Nisa’ : 19).
“... Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui”. (QS Al-Baqarah : 216).
So… sebelum memutuskan untuk benci pada suatu hal ada baiknya kita pikir-pikir dulu. Apalagi yang kita benci itu seorang manusia, seorang sahabat, atau bahkan mungkin saudara, waduh… bisa gawat tuh…
Ketika kita merasa benci, maka cara terbaik yang paling sulit atau malas untuk kita lakukan adalah :
Mengingat kebaikan-kebaikan orang lain terhadap kita. Hal itu dimaksudkan agar kita ngga’ benci buta alias benci dengan orang lain, padahal orang yang kita benci sangat baik, atau minimal pernah berbuat baik terhadap kita. Sebaliknya jangan pernah mengingat kesalahan orang lain terhadap kita, karena dari sinilah awal mula kita membenci seseorang, pada dasarnya setiap orang mempunyai kekurangan, jadi apa salahnya kita memaafkan dia? Karena bisa saja kan ketika dia berbuat suatu keburukan (kesalahan) terhadap kita, mungkin saat itu dia sedang emosi, atau dalam keadaan yang tidak kita pahami, bahkan mungkin saja tanpa kita sadari ada sikap kita yang salah terhadap dia, sehingga dia melakukan keburukkan (kesalahan) terhadap kita.
Ingatlah dua (2) perkara dan lupakan dua (2) perkara :"Ingatlah kesalahan kita dan kebaikan orang lain, serta lupakan kesalahan orang lain dan kebaikan kita"
Banyak-banyak mengingat seberapa penting keberadaan (arti) dia dalam hidup kita, karena sejauh (serenggang) apapun hubungan kita dengan seseorang pasti dia mempunyai arti tersendiri dalam kehidupan kita.
Menurut Wikipedia Kebencian merupakan emosi yang sangat kuat dan melambangkan ketidaksukaan, permusuhan, atau antipati untuk seseorang, sebuah hal, barang, atau fenomena. Hal ini juga merupakan sebuah keinginan untuk menghindari, menghancurkan atau menghilangkannya.
kadangkala kebencian dideskripsikan sebagai lawan daripada cinta atau persahabatan, tetapu banyak orang yang menganggap bahwa lawan daripada cinta adalah ketidakpedualian
Tapi di sini aku ingin menjelentrekan Arti kebencian dalam diri manusia itu sendiri. Pernah terbesit dalam fikirku Selamanya manusia tidak akan pernah saling memahami sebelum mereka memiliki penderitaan yang sama. Kebencian itu ada karena pada diri seseorang tidak mengerti akan kesalahan dan enggan berkata maaf. itulah sisi hitam manusia.
Perasaan benci pada dasarnya merupakan sifat alamiah yang ada pada manusia yang dibawa sejak ia lahir ke dunia, tetapi sebenarnya apa yang kita benci belum tentu ngga’ baik buat kita atau sebaliknya sebenarnya yang kita suka belum tentu baik bagi kita.
Mau tahu kenapa seperti itu, yuk di cek dalam Al-Qur’an berikut ini :
“Kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. (QS An-Nisa’ : 19).
“... Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui”. (QS Al-Baqarah : 216).
So… sebelum memutuskan untuk benci pada suatu hal ada baiknya kita pikir-pikir dulu. Apalagi yang kita benci itu seorang manusia, seorang sahabat, atau bahkan mungkin saudara, waduh… bisa gawat tuh…
Ketika kita merasa benci, maka cara terbaik yang paling sulit atau malas untuk kita lakukan adalah :
Mengingat kebaikan-kebaikan orang lain terhadap kita. Hal itu dimaksudkan agar kita ngga’ benci buta alias benci dengan orang lain, padahal orang yang kita benci sangat baik, atau minimal pernah berbuat baik terhadap kita. Sebaliknya jangan pernah mengingat kesalahan orang lain terhadap kita, karena dari sinilah awal mula kita membenci seseorang, pada dasarnya setiap orang mempunyai kekurangan, jadi apa salahnya kita memaafkan dia? Karena bisa saja kan ketika dia berbuat suatu keburukan (kesalahan) terhadap kita, mungkin saat itu dia sedang emosi, atau dalam keadaan yang tidak kita pahami, bahkan mungkin saja tanpa kita sadari ada sikap kita yang salah terhadap dia, sehingga dia melakukan keburukkan (kesalahan) terhadap kita.
Ingatlah dua (2) perkara dan lupakan dua (2) perkara :"Ingatlah kesalahan kita dan kebaikan orang lain, serta lupakan kesalahan orang lain dan kebaikan kita"
Banyak-banyak mengingat seberapa penting keberadaan (arti) dia dalam hidup kita, karena sejauh (serenggang) apapun hubungan kita dengan seseorang pasti dia mempunyai arti tersendiri dalam kehidupan kita.
Ingatlah bahwa bagaimanapun juga manusia membutuhkan seorang teman, seorang sahabat, dalam kehidupannya, karena sifat manusia yang tak akan bisa hidup sendiri.
Perlu kita ketahui bahwa kehilangan seorang sahabat adalah suatu kerugian yang teramat besar, suatu kebodohan yang teramat bodoh yang pernah kita lakukan dalam hidup kita, suatu penyesalan yang tak berujung, karena ketika kita sudah kehilangan, maka belum tentu kita bisa mendapatkan penganti dari seorang yang kita benci itu, karena setiap orang tidak akan pernah sama.
Manusia yang paling lemah (buruk) ialah orang yang tak sanggup mencari teman dan yang paling lemah (lebih buruk) daripada itu ialah orang yang mensia-siakan teman yang telah didapatnya.” (Imam Al-Ghazali)
Bagaimana ketika beci itu melanda? Apa yang harus kita lakukan? Ya, sebenarnya banyak hal positif yang bisa kita lakukan untuk menghindari munculnya sifat benci itu, missal saja :
Kita wudhu, menjaga (mengantung) wudhu dalam setiap saat itu penting untuk bekal atau penjaga kita dari berbuat sesuatu hal yang akan membawa kita pada hal yang tidak baik atau tidak diridhoi Tuhan.
Perbanyaklah mengingat Allah (berdzkir), karena dzikir menjaga perkataan yang tidak baik, dimata manusia, terlebih lagi dimata Allah.
Segera melakukan shalat sunnah atau membaca Al-Qur’an, untuk menjaga kedekatan kita pada Sang pemilik rasa dan kehidupan ini.
Kembalikan semua kepada Allah dengan sikap ikhlas, sabar, tawakkal, dan penuh rasa keistiqomahan untuk senantiasa berbuat baik dan berjalan lurus pada rambu-rambu-Nya.
Jadi jangan pernah mudah mengatakan benci seutuhnya pada seseorang, berpikirlah seribu kali bahkan berjuta-juta kali untuk memutuskan kita benci seutuhnya pada seseorang. Mungkin kalian akan mengatakan begini “benci kok harus mikir dulu?! Benci itu dari hati, perasaan kita” tunggu dulu…yakin itu dari perasaan? Bukan dari emosi? Emosi bukanlah perasaan, emosi adalah bagian dari perasaan.
Ketika kita mengatakan itu, maka yang harus kita ingat adalah bahwa kita masih mempunyai benda ajaib yang bernama otak, akal…itu bisa kita gunakan untuk mengendalikan emosi kita, itulah yang membedakan manusia dengan makhluk lain.
Seperti yang telah saya tulis diatas bahwa awal mula kita membenci seseorang itu karena kita senantiasa mengingat-ingat kesalahannya, jadi tak ada salahnya untuk memaafkan saja kesalahan dia, apa salahnya kita memaafkan dia? Takut dikira gampangan? Pengen buat dia kapok?
Terus kalo dia menjelekkan kita, kita balas juga dengan menjelekkan dia? Baca ini dulu sob… biar ngga’ terkesan ngawur :
“Barangsiapa yang membuka kesalahan orang lain, maka akan dibukakanlah kesalahan-kesalahan keturunannya. Barangsiapa yang menghunuskan pedang kedzaliman, maka ia akan terbunuh dengannya. Barangsiapa yang menggali sumur agar saudaranya masuk ke dalamnya, maka ia sendirilah yang nanti akan jatuh ke dalamnya.” (Al-Imam Ja'far Ash-Shodiq)
Nah lho… mau berbuat apa kita ini? Intinya menurut saya, bukan cara bijak bagi seseorang yang berusaha untuk baik dimata manusia dan dimata Allah untuk membenci seseorang apalagi balas dendam terhadap apa yang dia lakukan terhadap kita. Bukan tugas kita bikin dia kapok, bukan hak kita menghukum dia, apa kita sudah cukup adil untuk menghukum dia?
Perlu diketahui juga, seperti yang saya dapat dari ceramah Aa' Gym (Abdullah Gymnastiar), beliau mengatakan bahwa (kurang lebih seperti ini) : "Ketika orang lain berbuat jahat atau memikirkan cara untuk mendzolimi kita, maka sebenarnya ia telah membuang-buang waktu dan tenaganya untuk hal yang tidak baik, ketika kita melakukan hal sama/memikirkan apa yang akan dia lakukan terhadap kita, maka tak ada bedanya kita juga telah membuang waktu dan tenaga kita untuk hal yang tidak baik pula, untuk itu maka ketika ada orang yang berbuat baik atau mendzalimi kita, maka lebih baik kita diam atau melakukan hal-hal positif yang bisa kita lakukan."
Untuk memperoleh kedamaian hati yang kita dambakan sebenarnya adalah cukup sederhana. Dengan perlahan mengikis rasa benci kepada oranglah sebagai alat pengasah yang ampuh membuat kerasnya bebatuan hati menjadi pualam bersinar. Mengapa kita begitu sulit mengasah bebatuan besar bernama kebencian yang bersemayam hati ? Singkat saja jawabannya, karena kita masih banyak yang terjebak untuk terus mengingat kepada siapa kebencian tersebut kita arahkan.
Cobalah kita kenali hanyalah suatu cara untuk tujuan perlindungan. Adakalanya kita merasa terancam oleh faktor dari luar diri seperti pendapat orang lain, gaya hidup ataupun perilaku mereka terhadap kita. Hal-hal seperti itu bisa saja mengusik sifat keakuan, harga diri, tubuh, atau pikiran kita, sehingga timbullah kemarahan dan rasa benci dalam diri kita.
Dengan demikian, bagaimana mungkin kita berusaha membuang mengikis gumpalan-gumpalan rasa benci dalam diri tetapi di sisi lain kita ingatan akan orang yang kita benci masih begitu membatu menelungkupi hati kita. Kebencian sendiripun tidak memiliki kekuatan sampai ia menemukan sasaran kemana kebencian mendapatkan tempat untuk berlabuh. Jadi tak salah saya mengungkapkan pepatah, tiada api yang membesar bila tak ada kayu / dedaunan kecil yang menyertai kehadirannya.
Kebencian akan memperkecil ruang kedamaian dalam lubuk hati. Kebencian menghitamkan warna asli darah kita yang secara sadar menghanguskan binar-binar keceriaan wajah. Cobalah untuk membuat jarak antara diri kita, orang lain sebagai obyek kebencian dan tentunya rasa kebencian itu sendiri. Membiarkan kebencian di hati artinya membiarkan darah kita semakin menghitam legam dan perlahan menggangu keseimbangan seluruh angota tubuh bekerja dengan baik dan saling bekerja sama. Membiarkan kebencian begitu dalam dan lama membuat semangat hidup menjadi perlahan menuruni sampai anak tangga yang paling dasar, karena seringkali pula membuat kita tidak bisa berpikir dengan akal sehat.
Kita memiliki kekuatan penuh atas diri kita sendiri, pilihan untuk benci atau tidak, menjadikan orang lain sebagai obyek kebencian atau tidak, membiarkan kebencian akan semakin mengakar di kedalaman hati, membiarkan jiwa diliputi keresahan yang tak berkesudahan akibat obyek kebencian tak hilang dari pikiran atau apapun seratus persen pilihan adalah mutlak kita yang menentukan.
Siramlah api kebencian dalam diri sebelum menjadi besar dan berujung dengan penyesalan yang tak ingin kita terima. Kebencian tak perlu kita lawan ataupun kita perangi, cukuplah ia dipahami saja hingga kita akan pergi berlalu dengan dengan sendirinya. Karena memang kebencian hanya akan menghanguskan aliran darah di tubuh kita hingga menjadi pekat warnanya dan mempersempit jalan pikiran positif menelusuri rongga-rongga pikiran di kepala. Membiarkan kebencian dalam dekapan atau mengikhlasnya pergi, itu sebuah PILIHAN, bukan!
*INSPIRASI BELAJAR : Belajarlah dari buah-buahan, misal saja kulit jeruk terasa pahit, sedangkan isi jeruk terasa sangat manis dan menyegarkan. Begitu juga dengan kulit durian yang penuh duri, sedangkan isinya terasa sangat nikmat untuk kita nikmati. Bukankah seharusnya manusia dapat belajar dari alam ini?
Perlu kita ketahui bahwa kehilangan seorang sahabat adalah suatu kerugian yang teramat besar, suatu kebodohan yang teramat bodoh yang pernah kita lakukan dalam hidup kita, suatu penyesalan yang tak berujung, karena ketika kita sudah kehilangan, maka belum tentu kita bisa mendapatkan penganti dari seorang yang kita benci itu, karena setiap orang tidak akan pernah sama.
Manusia yang paling lemah (buruk) ialah orang yang tak sanggup mencari teman dan yang paling lemah (lebih buruk) daripada itu ialah orang yang mensia-siakan teman yang telah didapatnya.” (Imam Al-Ghazali)
Bagaimana ketika beci itu melanda? Apa yang harus kita lakukan? Ya, sebenarnya banyak hal positif yang bisa kita lakukan untuk menghindari munculnya sifat benci itu, missal saja :
Kita wudhu, menjaga (mengantung) wudhu dalam setiap saat itu penting untuk bekal atau penjaga kita dari berbuat sesuatu hal yang akan membawa kita pada hal yang tidak baik atau tidak diridhoi Tuhan.
Perbanyaklah mengingat Allah (berdzkir), karena dzikir menjaga perkataan yang tidak baik, dimata manusia, terlebih lagi dimata Allah.
Segera melakukan shalat sunnah atau membaca Al-Qur’an, untuk menjaga kedekatan kita pada Sang pemilik rasa dan kehidupan ini.
Kembalikan semua kepada Allah dengan sikap ikhlas, sabar, tawakkal, dan penuh rasa keistiqomahan untuk senantiasa berbuat baik dan berjalan lurus pada rambu-rambu-Nya.
Jadi jangan pernah mudah mengatakan benci seutuhnya pada seseorang, berpikirlah seribu kali bahkan berjuta-juta kali untuk memutuskan kita benci seutuhnya pada seseorang. Mungkin kalian akan mengatakan begini “benci kok harus mikir dulu?! Benci itu dari hati, perasaan kita” tunggu dulu…yakin itu dari perasaan? Bukan dari emosi? Emosi bukanlah perasaan, emosi adalah bagian dari perasaan.
Ketika kita mengatakan itu, maka yang harus kita ingat adalah bahwa kita masih mempunyai benda ajaib yang bernama otak, akal…itu bisa kita gunakan untuk mengendalikan emosi kita, itulah yang membedakan manusia dengan makhluk lain.
Seperti yang telah saya tulis diatas bahwa awal mula kita membenci seseorang itu karena kita senantiasa mengingat-ingat kesalahannya, jadi tak ada salahnya untuk memaafkan saja kesalahan dia, apa salahnya kita memaafkan dia? Takut dikira gampangan? Pengen buat dia kapok?
Terus kalo dia menjelekkan kita, kita balas juga dengan menjelekkan dia? Baca ini dulu sob… biar ngga’ terkesan ngawur :
“Barangsiapa yang membuka kesalahan orang lain, maka akan dibukakanlah kesalahan-kesalahan keturunannya. Barangsiapa yang menghunuskan pedang kedzaliman, maka ia akan terbunuh dengannya. Barangsiapa yang menggali sumur agar saudaranya masuk ke dalamnya, maka ia sendirilah yang nanti akan jatuh ke dalamnya.” (Al-Imam Ja'far Ash-Shodiq)
Nah lho… mau berbuat apa kita ini? Intinya menurut saya, bukan cara bijak bagi seseorang yang berusaha untuk baik dimata manusia dan dimata Allah untuk membenci seseorang apalagi balas dendam terhadap apa yang dia lakukan terhadap kita. Bukan tugas kita bikin dia kapok, bukan hak kita menghukum dia, apa kita sudah cukup adil untuk menghukum dia?
Perlu diketahui juga, seperti yang saya dapat dari ceramah Aa' Gym (Abdullah Gymnastiar), beliau mengatakan bahwa (kurang lebih seperti ini) : "Ketika orang lain berbuat jahat atau memikirkan cara untuk mendzolimi kita, maka sebenarnya ia telah membuang-buang waktu dan tenaganya untuk hal yang tidak baik, ketika kita melakukan hal sama/memikirkan apa yang akan dia lakukan terhadap kita, maka tak ada bedanya kita juga telah membuang waktu dan tenaga kita untuk hal yang tidak baik pula, untuk itu maka ketika ada orang yang berbuat baik atau mendzalimi kita, maka lebih baik kita diam atau melakukan hal-hal positif yang bisa kita lakukan."
Untuk memperoleh kedamaian hati yang kita dambakan sebenarnya adalah cukup sederhana. Dengan perlahan mengikis rasa benci kepada oranglah sebagai alat pengasah yang ampuh membuat kerasnya bebatuan hati menjadi pualam bersinar. Mengapa kita begitu sulit mengasah bebatuan besar bernama kebencian yang bersemayam hati ? Singkat saja jawabannya, karena kita masih banyak yang terjebak untuk terus mengingat kepada siapa kebencian tersebut kita arahkan.
Cobalah kita kenali hanyalah suatu cara untuk tujuan perlindungan. Adakalanya kita merasa terancam oleh faktor dari luar diri seperti pendapat orang lain, gaya hidup ataupun perilaku mereka terhadap kita. Hal-hal seperti itu bisa saja mengusik sifat keakuan, harga diri, tubuh, atau pikiran kita, sehingga timbullah kemarahan dan rasa benci dalam diri kita.
Dengan demikian, bagaimana mungkin kita berusaha membuang mengikis gumpalan-gumpalan rasa benci dalam diri tetapi di sisi lain kita ingatan akan orang yang kita benci masih begitu membatu menelungkupi hati kita. Kebencian sendiripun tidak memiliki kekuatan sampai ia menemukan sasaran kemana kebencian mendapatkan tempat untuk berlabuh. Jadi tak salah saya mengungkapkan pepatah, tiada api yang membesar bila tak ada kayu / dedaunan kecil yang menyertai kehadirannya.
Kebencian akan memperkecil ruang kedamaian dalam lubuk hati. Kebencian menghitamkan warna asli darah kita yang secara sadar menghanguskan binar-binar keceriaan wajah. Cobalah untuk membuat jarak antara diri kita, orang lain sebagai obyek kebencian dan tentunya rasa kebencian itu sendiri. Membiarkan kebencian di hati artinya membiarkan darah kita semakin menghitam legam dan perlahan menggangu keseimbangan seluruh angota tubuh bekerja dengan baik dan saling bekerja sama. Membiarkan kebencian begitu dalam dan lama membuat semangat hidup menjadi perlahan menuruni sampai anak tangga yang paling dasar, karena seringkali pula membuat kita tidak bisa berpikir dengan akal sehat.
Kita memiliki kekuatan penuh atas diri kita sendiri, pilihan untuk benci atau tidak, menjadikan orang lain sebagai obyek kebencian atau tidak, membiarkan kebencian akan semakin mengakar di kedalaman hati, membiarkan jiwa diliputi keresahan yang tak berkesudahan akibat obyek kebencian tak hilang dari pikiran atau apapun seratus persen pilihan adalah mutlak kita yang menentukan.
Siramlah api kebencian dalam diri sebelum menjadi besar dan berujung dengan penyesalan yang tak ingin kita terima. Kebencian tak perlu kita lawan ataupun kita perangi, cukuplah ia dipahami saja hingga kita akan pergi berlalu dengan dengan sendirinya. Karena memang kebencian hanya akan menghanguskan aliran darah di tubuh kita hingga menjadi pekat warnanya dan mempersempit jalan pikiran positif menelusuri rongga-rongga pikiran di kepala. Membiarkan kebencian dalam dekapan atau mengikhlasnya pergi, itu sebuah PILIHAN, bukan!
*INSPIRASI BELAJAR : Belajarlah dari buah-buahan, misal saja kulit jeruk terasa pahit, sedangkan isi jeruk terasa sangat manis dan menyegarkan. Begitu juga dengan kulit durian yang penuh duri, sedangkan isinya terasa sangat nikmat untuk kita nikmati. Bukankah seharusnya manusia dapat belajar dari alam ini?
0 comments: